BAB I
PENDAHULUAN
Pemalsuan adalah proses pembuatan, beradaptasi,
meniru atau benda, statistik, atau dokumen-dokumen (lihat dokumen palsu), dengan maksud untuk menipu. Kejahatan yang serupa
dengan penipuan adalah kejahatan memperdaya yang lain, termasuk melalui
penggunaan benda yang diperoleh melalui pemalsuan. Menyalin, studio penganda, dan mereproduksi tidak dianggap sebagai
pemalsuan, meski pun mungkin mereka nanti dapat menjadi pemalsuan selama
mengetahui dan berkeinginan untuk tidak dipublikasikan. Dalam hal penempaan
uang atau mata uang itu lebih sering disebut pemalsuan. Barang konsumen tetapi
juga meniru ketika mereka tidak diproduksi atau yang dihasilkan oleh manufaktur
atau produsen diberikan pada label atau merek dagang tersebut ditandai oleh
simbol. Ketika objek-adakan adalah catatan atau dokumen ini sering disebut
sebagai dokumen palsu.
Pemalsu dari abad 16, Albrecht Dürer,
dari gaya printmaking, meningkatkan pasar untuk mencetak sendiri oleh mereka
menandatangani, yang membuat mereka disebut pemalsuan. Pada abad ke 20 yang
membuat pasar seni hasil pemalsuan sangat menguntungkan. Ada yang luas terutama
pemalsuan bernilai seni, seperti gambar dimaksudkan menjadi oleh Picasso, KLee,
dan Matisse.
Penggunaan bahasa 'pemalsuan' tidak
berasal dari kata 'meniru', tapi itu memiliki sejarah yang paralel. Rasa 'untuk
palsu' sudah dalam kata kerja Anglo-Perancis pemalsu meniru'. Pemalsuan adalah
salah satu teknik dari penipuan, termasuk pencurian identitas. Pemalsuan adalah
salah satu ancaman yang harus dibenahi oleh rekayasa keamanan. Pemalsuan pada
dasarnya adalah yang bersangkutan dengan objek yang dihasilkan atau diubah. Di
mana perhatian utama dari pemalsuan kurang terfokus pada objek itu sendiri-apa
yang pantas atau apa 'membuktikan' - dari pada diam-diam pernyataan kritik yang
diturunkan oleh reaksi objek memprovokasi lain, maka semakin besar adalah
proses sebuah lelucon. Dalam sebuah lelucon, sebuah rumor atau asli objek 'ditanam'
dalam situasi memprovokasi, mungkin pengganti yang tertempa objek fisik.
Melalui makalah yang kami susun ini, akan kami kupas
secara lebih mendalam mengenai peran Bank Indonesia (BI) dalam menyusun langkah
–langkah utuk mengatasi peredaran uang palsu.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
kebijakan peredaran uang di Indonesia?
2. Bagaimana
cara Bank Indonesia menanggulangi
uang palsu?
3. Bagaimana
cara Bank Indonesia memusnahkan
uang tak layak edar ?
4. Apa
saja dampak peredaran uang palsu bagi perekonomian?
C. TUJUAN
PENULISAN MAKALAH
Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penulisan dan
penyusunan makalah ini adalah :
1.
Untuk memenuhi tugas mata pelajaran ekonomi
di kelas X IIS 4 di SMA Negeri 1 Godong tahun ajaran 2014 / 2015.
2.
Mengetahui Bagaimana kebijakan peredaran uang
di Indonesia.
3.
Mengetahui bagaimana cara Bank Indonesia menanggulangi uang
palsu.
4.
Mengetahui bagaimana cara Bank Indonesia memusnahkan uang tak
layak edar .
5.
Mengetahui Apa saja dampak
peredaran uang palsu bagi perekonomian
D. METODE PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data
melalui browsing dari internet.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
UNDANG-UNDANG
PEMALSUAN UANG DI INDONESIA
Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu
masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam
pelaksanaan pembangunan nasional khususnya dibidang ekonomi diperlukan
upaya-upaya untuk antara lain terus meningkatkan, memperluas, memantapkan dan
mengamankan perekonomian baik perdagangan barang dan jasa maupun hal-hal yang
berkaitan dengan bidang moneter, serta meningkatkan dan mempertahankan
kestabilan perekonomian nasional. Bertolak dari prnsip-prinsip tersebut diatas,
adalah semestinya apabila segala perkembangan, perubahan dan kecendrungan
global lainnya yang diperkirakan akan dapat mempengaruhi stabilitas
perekonomian nasional serta pencapaian tujuan nasional, perlu diikuti dengan
seksama sehingga secara dini dapat diambil langkah-langkah yang cepat dan tepat
dalam mengatasinya.Perkembangan dunia bisnis dan ekonomi telah mendorong
munculnya berbagai upaya yang dengan maksud demi kepentingan sendiri berusaha
memanfaatkan faktor-faktor produksi yang ada. Motif ekonomi seringkali
mendorong munculnya berbagai tindak pidana yang baru dan inovatif. Misalnya
munculnya kejahatan cyber crime, money laundering, uang palsu, kejahatan
perbankan dan lain sebagainya. Manusia cenderung mencari celah-celah hukum
dengan kecanggihan tehnologi dan ilmu pengetahuan. Sepanjang ada niat dari
manusia untuk memperkaya diri sendiri, sepanjang ada sarana / jalan yang dapat
digunakan dan sepanjang ada tujuan / sasaran yang potensial untuk dapat
dikuasai maka kesempatan untuk munculnya kajahatan jenis baru akan selalu ada.
Kejahatan uang palsu merupakan salah satu jenis kejahatan yang sangat merugikan
masyarakat sebagai pelaku ekonomi dan konsumen. Bentuk kejahatan ini memiliki
implikasi yang sangat luas baik bagi pelaku ekonomi secara langsung maupun
sistem perekonomian negara secara nasional. Keberadaan uang palsu
ditengah-tengah masyarakat akan membawa dampak dan pengaruh yang sangat besar.
Masyarakat kita yang mayoritas adalah ekonomi menengah kebawah akan sangat
terpengaruh dengan keberadaan uang palsu ini. Contoh yang dapat kita amati
secara sederhana adalah jika seorang padagang keliling setiap harinya harus
berkeliling untuk menawarkan barang dagangannya, sementara itu ia juga menjadi
tulang punggung dan tumpuan keluarga yang harus membiayai isteri dan anaknya. Penghasilan
per har hanya sekitar Rp. 15.000,00. Namun ia akan sangat terpukul jika
ternyata uang hasil usahanya tersebut adalah uang palsu yang tidak dapat
dimanfaatkan. Ia tidak hanya merugi karena tidak dapat digunakan untuk modal
usahanya kembali, namun ia juga menopang hidup
keluarganya.
Kejahatan uang palsu ini juga membawa pangaruh yang lebih
besar jika kita tengok dari perekonomian negara. Pemerintah secara dini telah
menyadari pentingnya uang sebagai alat pembayaran yang sah yang sifatnya umum dan
dapat diterima secara luas oleh masyarakat. Oleh karena itu pemerintah telah
berusaha sedapat mungkin untuk menciptakan alat pembayaran yang memiliki
karakteristik yang unik yang tidak memungkinkan bagi orang lain selain negara
untuk dapat menciptakannya secara bebas. Sehingga diharapkan nantinya
benar-benar pemerintahlah satu-satunya pemegang otoritas dalam penciptaan uang.
Namun mengingat bahwa tugas-tugas yang diemban pemerintah sangatlah luas, maka
pemerintah mendelegasikan tugas ini kepada lembaga yang bersifat independen dan
kuat untuk dapat melaksanakannya. Bank Sentral Indonesialah yang memperoleh
mandat dari negara guna melaksanakan tujuan utama yaitu mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Keberadaan usaha perbankan sendiri pada jaman Babylonia
yang kemudian berkembang pada jaman Yunani Kuno dan Romawi Kuno. Pada awal
pendirian tersebut, tugas utama bank adalah sebagi tempat tukar menukar uang.
Seiring dengan perkembangan dunia usaha, maka perkembangan perbankanpun semakin
pesat, karena perkembangan dunia perbankan tidak terlepas dari perkembangan
perdagangan. Sejarah perbankan di Indonesia memiliki keterkaitan yang sangat
erat dengan jaman penjajahan Hindia Belanda. Beberapa bank yang ada pada masa
itu :
1. De Javasche NV
2. De Past Paar Bank
3. De Algemenevolks Credit Bank
4. Nederland Handles Maatscappij ( NHM
)
5. Nationale Handles Bank ( NHB )
6. De Escompto Bank NV
Sedangkan Bank Indonesia sebagai
Bank Sentral di Indonesia berasal dari De Javasche Bank yang
dinasionalisir pada tahun 1951. Bank Indonesia dibentuk berdasarkan ketentuan
UU no. 13 tahun 1968 yang diperbarui dengan UU no. 23 tahun 1999 dan
disempurnakan melalui UU no. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Intrumen yang
menjadi sarana untuk mengontrol peredaran mata uang rupiah adalah perbankan
khususnya Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Indonesia. Besarnya jumlah uang
palsu yang beredar dalam masyarakat akan membawa pengaruh yang cukup signifikan
bagi kestabilan perekonomian negara. Semakin besar jumlah uang palsu yang
beredar akan sangat mempengaruhi daya beli dan perekonomian masyarakat.
Keberadaan uang palsu dapat mendorong terjadinya inflasi karena jumlah uang
yang beredar menjadi tidak terkontrol dan melebihi batas. Yaitu karena pencetakan
uang asli oleh pemerintah dilakukan oleh percetakan negara atas permintaan Bank
Indonesia melalui perencaan dan pengaturan secara cermat sehingga tepat
sasaran. Sehingga diperlukan peran-peran dari Bank Indonesia yang lebih
signifikan untuk dapat menekan peredaran uang palsu di Indonesia.
Keberadaan uang palsu dalam
masyarakat tidak bisa dilepaskan dengan kondisi stabilitas perekonomian negara.
Masyarakat sering bertanya-tanya mengapa ada uang palsu dan mengapa uang
tersebut bisa palsu serta apa akibat yang ditimbulkan oleh adanya uang palsu
tersebut ? Bahkan ada sebagian uang yang berpendapat alangkah lebih baiknya
jika setiap orang dapat membuat uang sendiri. Hal ini akan menjadi cara dan
jalan keluar dalam menghadapi permasalahan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi
yang terjadi di negara kita. Masyarakat kini dihadapkan pada kondisi
perkembangan dunia yang lebih global dan terbuka. Hal ini menyebabkan
masyarakat menjadi lebih mudah mengalami perubahan dan penerimaan nilai-nilai
baru. Apa yang dulunya dipegang kuat oleh masyarakat kini bisa dengan mudah
nilai-nilai tersebut lepas dan pudar dari masyarakat. Hal ini juga dapat kita
lihat dalam sistem atau norma dalam perekonomian negara. Nilai-nilai akan
kejujuran dan keterbukaan dalam berusaha kini dengan mudah digeser oleh desakan
ekonomi atas pemenuhan kebutuhan hidup ataupun hanya sekedar untuk pemuasan
hasrat konsumtif dan prestise dalam masyarakat. Hal ini dapat kita buktikan
dengan munculnya kejahatan uang palsu. Para pelaku pemalsu maupun
pengedarnya dengan diam-diam menggunakan uang tersebut untuk transaksi
keuangan yang dapat merugikan orang lain. Ini secara otomatis telah melanggar
nilai-nilai kejujuran yang ada. Bahkan tidak jarang mereka yang secara tidak
sadar menerima uang palsu tersebut kembali mempergunakan uang tersebut untuk
transaksi lain dengan alasan agar tidak merugi. Untuk dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita dapat kembali pada pemikiran pokok atas
tujuan negara. Bahwa sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea keempat telah
secara tegas dikatakan bahwa negara bertujuan untuk memajukan kesejahteraan
umum dan melindungi segenap bangsa Indonesia. Maraknya peredaran uang palsu
dalam masyarakat dapat dikatakan merupakan akibat dari rendahnya tingkat
kesejahteraan masyarakat Indonesia.Seperti juga diketahui bahwa hampir sekitar
80 % dari 200 juta penduduk Indonesia adalah golongan ekonomi lemah. Negara
Indonesia telah menunjukkan eksistensinya sebagai negara demokrasi ekonomi.
Disini diharapkan bahwa perekonomian nasional dibangun dari, oleh dan untuk
rakyat. Setiap elemen dan unsur yang dibentuk sedapat mungkin melibatkan
masyarakat sebagai komponen utama. Hal ini juga telah diperkuat dengan arah
kebijakan perekonomian nasional yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat.
Mulai dari kebijakan penetapan harga , kebijakan ekonomi luar negeri, kebijakan
fiskal bahkan kebijakan moneter yang salah satunya tentang penerbitan mata uang
Republik Indonesia. Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan penerbitan mata
uang sebagai alat pembayaran yang sah bagi masyarakat dengan nilai nominal yang
bervariasi, yakni : Rp. 100.000,00; Rp. 50.000,00; Rp.
20.000,00; Rp. 10.000,00; Rp. 5.000,00; Rp. 1.000.00; Rp.
500,00; Rp. 200,00; Rp. 100,00; Rp. 50,00
Mata uang-mata uang rupiah tersebut
telah ditetapkan sebagai alat pembayaran yang sah dan umum digunakan oleh
masyarakat. Bank Indonesia sendiri telah menerbitkan uang tersebut dalam 2
bentuk, yakni mata uang kertas dan mata uang logam. Hal ini dilakukan
selain untuk memudahkan masyarakat dalam mempergunakannya juga dimaksudkan
untuk memberikan variasi bentuk peda mata uang yang digunakan di
Indonesia.Namun seperti kita ketahui bahwa usaha-usaha tersebut seolah-olah
tidak berarti dengan maraknya peredaran uang palsu. Uang-uang tersebut beredar
dengan cara-cara yang bervariasi seperti melalui transaksi jual beli, penukaran
mata uang, maupun melalui penyelundupan antar negara. Jumlah nominal uang
yang dipalsukan juga tidak tanggung-tanggung. Umumnya para pelaku lebih
mengincar mata uang dengn nilai nominal yang tinggi untuk dipalsukan,
seperti mata uang Rp. 100.000,00, Rp. 50.000,00 serta Rp. 20.000,00. Selain
dipandang lebih menguntungkan karena nilai nominalnya yang besar, pembuatan
uang palsu tersebut juga sebanding dengan ongkos produksi yang dikeluarkan.
Sehingga para pelaku tetap memperoleh keuntungan yang menjanjikan. Proses
globalisasi yang mendunia akan membawa pengaruh yang sangat luas. Adanya
perubahan tersebut akan memaksa suatu bangsa untuk mengikuti arus perkembangan
jaman. Proses transfer teknologi, komunikasi dan transportasi menjadi begitu
mudah dan cepat. Adanya keinginan dari negara-negara maju untuk mengembangkan
bisnis dan usahanya telah mendorong proses alih teknologi menjadi semakin
cepat. Sehingga tidak mengherankan bahwa perangkat seperti komputer, internet
maupun faximile sudah sangat umum dikenal oleh masyarakat. Kita dapat
mengamati bahwa salah satu faktor pendorong munculnya kejahatan uang palsu ini
adalah karena semakin canggihnya teknologi yang ada saat ini. Berbekal
kemampuan mengoperasikan komputer inilah para pelaku tindak pidana pemalsuan
uang memulai aksinya. Mereka mampu menghasilkan uang palsu yang mirip dengan
mata uang yang asli jika kita lihat secara sepintas. Namun sudah dapat
dipastikan bahwa sesuatu yang palsu tentu berbeda dengan aslinya. Baik dalam
hal warna, bahan maupun kualitas cetakan uang yang dihasilkan.
Perbandingan kualitas uang palsu dengan uang asli sendiri ada beberapa macam,
mulai dari perbandingan 1:2, 1:3, 1:4, 1:5 dan seterusnya. Angka perbandingan
ini menunjukkan kualitas detail uang palsu jika dibandingkan uang yang
asli. Semakin kecil angka perbandingan tersebut, maka akan semakin mirip
uang palsu tersebut dengan uang yang asli. Seperti juga kita ketahui
bahwa tindak pidana uang palsu ini termasuk dalam tindak pidana yang memiliki
motif / latar belakang sosial ekonomi, meskipun terkadang ada motif-motif lain.
Menurut ensiklopedia crime and justice tindak pidana dibidang ekonomi
dibedakan dalam 3 golongan, yaitu :Property crimes; Regulatory crimes; Tax
crimes.
Property crimes sebagai salah satu tipe tindak
pidana dibidang ekonomi meliputi obyek yang dikuasai individu ( perorangan )
dan juga yang dikuasai oleh negara. Ada beberapa tindakan yang termasuk dalam property
crimes seperti :
1.
Tindakan pemalsuan ( untuk segala
objek ) ( forgery )
2. Tindakan penipuan yang merusak (
the fraudelent destruction )
3. Tindakan memindahkan /
menyembunyikan instrumen yang tercatat / dokumentasi ( removal or
concealment of recordable instrument )
4. Tindakan mengeluarkan cek kosong (
passing bad checks )
5. Menggunakan kartu kredit ( credit
card ) yang diperoleh dari pencurian dan kartu kredit yang ditangguhkan
6. Praktik usaha curang ( deceptive
business praktices )
7. Tindakan penyuapan dalam kegiatan
usaha ( comercial bribery )
8. Tindakan perolehan / pemilikan
sesuatu dengan cara tidak jujur / curang ( the rigging of contest )
9. Tindakan penipuan terhadap kreditur
beritikad baik
10. Pernyataan
bangkrut dengan tujuan penipuan
11. Perolehan
deposito dari lembaga keuangan yang sedang pailit
12. Penyalahgunaan
dari asset yang dikuasakan
13. Melindungi
dokumen dengan cara curang dari tindakan penyitaan
Dengan kata lain bahwa tindak pidana
uang palsu tersebut juga termasuk dalam tindak pidana dibidang ekonomi.
Kejahatan mengenai uang palsu
tersebut telah diatur dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP )
kita. KUHP yang telah berlaku sejak jaman Hindia Belanda terus menjadi pedoman
bagi penegakan hukum pidana di Indonesia. Dalan Buku II KUHP, yang dulu bernama
WvS ( Wetboek van Stafrecht ) telah diuraikan mengenai
bentuk-bentuk perbuatan yang termasuk dalam kejahatan / tindak
pidana. Kejahatan tentang uang palsu ini telah diatur dalam Buku II KUHP
dalam Pasal 244 sampai dengan Pasal 252 KUHP, ditambah dengan Pasal 250 bis.
Sedangkan Pasal 248 telah dihapuskan melalui Statsblad 1938 no. 593. Diantara
pasal-pasal tersebut terdapat 7 pasal yang merumuskan tentang kejahatan uang
palsu, yakni Pasal 244, 245, 246, 247, 249, 250 dan pasal 251 KUHP. Bentuk kejahatan
uang palsu memang memiliki kerakteristik yang beragam. Hal ini telah secara
sadar diantisipasi oleh KUHP. Pemerintah juga telah secara sistematis
menyiapkan aturan hukum untuk melindung kinerja perekonomian negara yang tidak
bisa kita lepaskan dengan uang sebagai alat pembayaran masyarakat. Kejahatan
mengenai uang palsu merepakan kejahatan yang tidak lepas dari pengaturan KUHP.
Bentuk kejahatan ini memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan perekonomian
negara. Dan jika kita menengok sistem perekonomian negara kita, maka kita tidak
bisa lepas dari keberadaan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral di Indonesia.
Berangkat dari hal inilah maka penulis dalam penelitian ini akan mengkaji
bagaimanakah usaha-usaha Bank Indonesia dalam memberantas peredaran uang palsu
berdasarkan ketentuan Pasal 244 dan 245 KUHP.
B.
PENANGGULANGAN
UANG PALSU
Dalam rangka ikutserta dalam penanggulangan uang
palsu, Bank Indonesia melakukan upaya prefentif, sedangkan upaya represif
merupakan kewenangan apartur penegak hukum. Meskipun bank indonesia sebagai
otoritas moneter tunggal, Bank Indonesia tidak mempunyai kewenangan menindak
kejahatan pemalsuan uang. Selain upaya preventif, Bank Indonesia juga
memberikan bantuan teknis seperti tenaga ahli yang diperlukan aparat penegak
hukum baik kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan. Bank Indonesia juga
menatausahakan data temuan uang palsu yang dilaporkan oleh perbankan serta
berkerjasama dalam wadah BOTASUPAL (Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu).
Penangulangan secara preventif ini meliputi:1. Pemilihan tanda pengaman yang
baik;2. Sosialisasi ciri uang yang asli kepada masyarakat;3. Penelitian
terhadap security features yang sudah dapat dipalsu dan perkembangan teknologi
pemalsuan uang sebagai masukan untuk pengan dalam uang emisi baru;4.
Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait misalnya
pelatihan/peningkatan pengetahuan bagi para penyuluh baik Bank Indonesia maupun
dari BOTASUPAL, kepolisian dan perbankan.
C. CARA PEMUSNAHAN UANG TAK LAYAK EDAR
Mungkin kita belum tahu, Bank Indonesia punya
prosedur untuk memusnahkan uang dengan kondisi tidak layak edar itu.
Aturan tersebut tertuang tertuang dalam
Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang kemudian
diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang No 6 Tahun 2009. Dalam
undang-undang itu jelas diatur, misi Bank Indonesia soal peredaran uang adalah
memenuhi kebutuhan uang di masyarakat dengan jumlah nominal yang cukup, jenis
pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan kondisinya layak edar.
Ada juga UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/7/PBI/2012 tentang Pengelolaan Uang
Rupiah. Merujuk semua peraturan-perundangan tersebut, pada prinsipnya uang tak
layak edar harus dimusnahkan. Lalu uang yang dimusnahkan pun diganti dengan
uang yang kondisinya baik.
Untuk pelaksanaannya, pemusnahan uang tak layak
pakai dikoordinasikan antara Bank Indonesia dan Pemerintah. Setiap tahun,
laporan pemusnahan uang itu pun harus masuk dalam Lembaran Negara.
Seberapa banyak uang tak layak edar yang harus
dimusnahkan? Tentu itu tergantung pada beberapa variabel yang juga menentukan
kebutuhan uang beredar di masyarakat.
Untuk mengetahui banyak sedikitnya uang beredar di
masyarakat bisa mengacu pada data kecepatan perputaran uang, angka inflasi,
pendapatan domestik bruto, kondisi perbankan saat itu, dan pengaruh musiman.
Aktivitas perekonomian pun menjadi indikator penting
yang menentukan arah arus peredaran uang, antara yang 'keluar' dari Bank
Indonesia dan 'kembali' ke bank sentral ini. Untuk memastikan fungsi uang
terjaga, uang beredar pun harus dipastikan tidak kurang maupun berlebihan
jumlahnya.
Pada 2013, Bank Indonesia memusnahkan uang tak layak
edar sebanyak 5 juta lembar uang kertas dan hampir 107 ribu keping uang logam.
Yang paling banyak dimusnahkan adalah pecahan Rp.50.000 dan Rp.2.000.
Pemusnahan uang tak layak edar dilakukan terhadap uang yang 'kembali' ke Bank
Indonesia melalui mekanisme peredaran uang lewat perbankan atau pun penukaran
langsung oleh masyarakat.
Lalu seperti apa cara pemusnahan uang yang tak layak
pakai? Pemusnahan uang dilakukan dengan cara meracik uang kertas dengan
menggunakan mesin dan melebur uang logam, sampai benar-benar tak lagi
menyerupai uang. Ada prosedur pengamanan selama pemusnahan, termasuk pengawasan
ketat yang juga dilengkapi perekaman video.
Uang tak layak edar sebaiknya ditukarkan ke Bank
atau Bank Indonesia untuk kemudian dapat dimusnahkan. Ini perlu dilakukan agar
fisik uang yang beredar di masyarakat terjaga kualitasnya.
Bank Indonesia pun akan memastikan tidak terjadi
kekurangan uang layak edar, ketika uang dekil dan rusak ini dimusnahkan. Kalau
uang kita dalam kondisi yang layak edar, tentu akan lebih mudah bagi kita untuk
menghargai mata uang Rupiah. Uang yang berkualitas baik juga lebih mudah
dikenali keasliannya.
D.
DAMPAK
PEREDARAN UANG PALSU BAGI PEREKONOMIAN
Uang
palsu (upal) merupakan salah satu tindak kejahatan yang memiliki dampak luas
terhadap perekonomian suatu negara. Sejatinya uang yang sah memiliki back-up
berupa emas atau devisa dari negara sebagai bentuk jaminan dari negara. Upal
atau uang ilegal yang tidak memiliki jaminan dari pihak mana pun.
Sesuai
data Bank Indonesia (BI, 2011) Secara kuantitas, jumlah temuan uang palsu pada
tahun 2011 (periode bulan Januari-Oktober 2011) sebanyak 9 bilyet per 1 juta
lembar uang Rupiah yang beredar. Sebagai informasi, jumlah temuan uang palsu
pada tahun 2010 rata-rata sebanyak 20 bilyet per 1 juta lembar uang Rupiah yang
beredar. Temuan uang palsu sebanyak 41.080 lembar Januari hingga Juni 2012.
Nominal
uang rupiah yang paling banyak dipalsukan adalah pecahan Rp. 100.000 sebanyak
21.497 lembar atau 52,33 persen. Sementara di urutan kedua adalah pecahan Rp
50.000 sebanyak 17.260 lembar atau 42,02 persen. Dengan demikian kedua pecahan
tersebut menempati 94,35 persen dari total uang rupiah yang dipalsukan. (Asiza,
2013) mengakibatkan negara mengalami kerugian yang sangat besar karena tindakan
pemalsuan uang.
Kejahatan
uang palsu juga merupakan kejahatan yang sangat kompleks karena kejahatan ini
terjadi antartempat dan antarwaktu, memiliki mobilitas tinggi, serta didukung
oleh alat dan teknologi yang cukup canggih.
BAB
III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Dari uraian yang diuraikan dalam bab pembahasan diatas,
maka dapat disimpulkan sbb :
1. Menjaga
stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
2. Uang
palsu (upal) merupakan salah satu tindak kejahatan yang memiliki dampak luas
terhadap perekonomian suatu negara. Sejatinya uang yang sah memiliki back-up
berupa emas atau devisa dari negara sebagai bentuk jaminan dari negara. Upal
atau uang ilegal yang tidak memiliki jaminan dari pihak mana pun. Sehingga
pemalsuan uang dapat mengakibatkan negara mengalami kerugian yang sangat besar
karena tindakan pemalsuan uang.
B. SARAN
Demikianlah makalah yang kami buat ini, mudah – mudahan apa yang saya
paparkan bisa menjadi tambahan pengetahuan bagi kita semua untuk lebih mengenal
mengenai peran Bank
Indonesia (BI) dalam menyusun langkah –langkah untuk mengatasi peredaran uang
palsu.
.Kami menyadari apa yang kami paparkan dalam
makalah ini tentu masih belum sesuai apa yang di harapkan dengan ini saya berharap masukan yang lebih banyak
lagi dari guru pembimbing dan teman – teman semua.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=177&Itemid=177
(Diunduh Hari Jum’at, 12 Maret 2015)
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemalsuan
(Diunduh Hari Jum’at, 12 Maret 2015)
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat pada waktunya
adapun judul makalah kami “ MAKALAH EKONOMI“
Dalam penulisan tugas yang berupa makalah ini, penulis telah banyak menerima
bantuan dan saran dari semua pihak, maka dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terimakasih yang sebesarnya kepada Guru pembimbimg ,
teman-teman serta semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan
sehingga tugas makalah ini dapat
selesai dengan baik.
Penulis menyadari bahwa tidak ada
gading yang tak retak, karena dalam penulisan ini mungkin masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua
pihak demi sempurnanya penulisan ini dan juga tugas tugas berikutnya
Wasalamualaikum Wr.Wb
Godong, 12 Maret 2015
Penulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar